Waspada

WASPADA

 

 

اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى مَنَّ عَلَيْنَا بِفَضْلِهِ الْعَمِيْمِ. إِذْ مَنَّ عَلَيْنَا بِمُحَمَّدٍ اَفْضَلُ الْخَلْقِ فَهَدَانَا اِلى دِيْنِ الْحَقِّ وَالصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْكَرِيْمُ الْحَلِيْمُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًاعَبْدُه وَرَسُوْلُه وَحَبِيْبُه وَخَلِيْلُهُ الَّذِىخُصَّ بِالْخُلُقِ الْعَظِيْمِ. صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَعَلى آلِه وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ فَازُوْامِنْهُ بِالْحَظِّ الْجَسِيْمِ. (امّابعد)

اَيُّهَاالْحَاضِرُوْنَ اْلكِرَامُ. رَحِمَكُمُ اللّهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى، حَيْثُ قَالَ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ:  فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَةُ  وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرَّا يَّرَةُ . وقال رسوله الأكرم وحبيبه الأعظم  صلى.م.: عِشْ مَاشِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَاَحْبِبْ مَاشِئْتَ فَإِنَّكَ مُقَارِقَهُ، وَاعْمَلْ مَاشِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِىٌ بِهِ وَمَسْئُوْلٌ عَنْهُ.

 

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah yang dimulyakan Allah

Pada kesempatan yang baik ini, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang telah memberikan taufiq serta hidayahNya, sehingga kita masih dalam keadaan Iman dan Islam…

Selanjutnya, dari atas mimbar Jum’ah ini, saya wasiatkan kepada diri saya sendiri berikut jama’ah sekalian, marilah dari sisa-sisa waktu yang Allah berikan ini, kita gunakan untuk selalu meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah, yaitu dengan senantiasa memperhatikan syariat Allah, kemudian kita aplikasikan dalam setiap derap langkah hidup kita hingga akhir hayat. Baik berhubungan dengan hal-hal yang wajib, sunnah, haram, makruh, maupun yang mubah. Karena, dengan ukuran inilah prestasi seorang manusia dinilai di hadapan Allah.

 

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah

Pada kehidupan di dunia ini, kita mempunyai kebebasan memilih di dalam berkehendak. Naluri baik dan buruk pun semuanya telah ada dalam diri manusia. Sedangkan aturan mainnya adalah bahwa dari masing-masing tindakan yang kita lakukan semuanya akan mempunyai konsekuensi atau akibat tersendiri.

Konsep Islam memberikan rambu-rambu yang jelas dan wajib kita yakini sebagai seorang muslim;

فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَةُ  وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرَّا يَّرَةُ

“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”. (Az Zalzalah ayat 7-8)

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda ;

عِشْ مَاشِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَاَحْبِبْ مَاشِئْتَ فَإِنَّكَ مُقَارِقَهُ، وَاعْمَلْ مَاشِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِىٌ بِهِ وَمَسْئُوْلٌ عَنْهُ (رواه الطبرا نى)

“Hiduplah sekehendakmu, kamu pasti akan mati. Cintailah siapa saja yang kamu senangi, kamu sendiri akan meninggalkannya. Berbuatlah sekehendakmu, kamu pasti akan mendapat balasannya serta tanggung jawab atasnya. “ ( HR. Thabarani ).

Allah Maha Adil, tidak ada manusia yang dirugikan sedikit pun. Apa pun dan siapa pun dia akan menerima balasan dari amal perbuatan yang dilakukannya.

Lalu apa yang terjadi ketika seseorang semakin tenang, semakin “tanpa dosa” melakukan kemaksiatan? Misalnya judi semakin jadi, zina semakin terbuka, ngomongin tetangga semakin betah, menzalimi orang menjadi keperluan, menipu menjadi kebutuhan…. dan lain sebagainya. Tetapi sampai saat ini seolah-olah tidak mendapatkan ganjaran atas perilakunya, itu karena Allah memberikan istidraj (penundaan hukuman) kepadanya. Ini pulalah yang menjadi jawaban, mengapa ada banyak pelaku kemaksiatan yang masih berlenggang seakan tidak dihukum. Jawabannya, mereka ini sedang diistidrajkan oleh Allah, hukumannya ditunda. Istilah orang Jawa, mereka sekarang ini dilulu oleh Allah.

Kaum Muslimin sidang jama’ah Jum’ah yang dimulyakan Allah

Islam memberi petunjuk bahwa kehidupan tidak berhenti di bumi atau dunia ini saja. Tetapi ada jenis kehidupan lain sebagai kelanjutannya, ialah kehidupan akhirat, yang mutunya lebih tinggi, segala kenikmatan yang ada di dalamnya lebih sempurna, penuh kepastian dan keabadian.

Setiap makhluk pasti akan mengalami mati, dan kematian ini adalah misteri Ilahi.

 

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ثُمَّ اِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

 “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (Q.S. Al Ankabut: 57)

Maut kadang-kadang merenggut nyawa anak kecil yang masih dalam pelukan Ibunya, maut terkadang juga merenggut seorang remaja yang sedang tumbuh mekar, bahkan sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu pun maut bisa menghampirinya, konglomerat yang sedang asyik-asyiknya menikmati kekayaan materi, bila maut datang bodigat-bodigat yang mengelilingi takkan mampu sedikitpun untuk menghalaunya.

Meninggal dunia, sangat ditakuti oleh hampir setiap orang karena mereka belum pernah merasakannya. Gelapnya di dalam kubur, sebuah lobang yang sempit, sunyi, senyap, beku dan gelap gulita tanpa cahaya terbaring sendiri tanpa ada yang mendampingi atau menemani. Di situlah kerajaan cacing dan binatang-binatang pembusuk lainnya, yang akan memakan daging-daging orang yang meninggal sehingga tinggal tulang-belulang yang akhirnya rapuh menjadi tanah.

Di dunia ini, di mana orang dapat berbohong atau berdusta, berlindung di balik kepintaran dan kekuasaannya, sehingga bisa saja orang yang benar dianggap bersalah, dan orang yang bersalah dipandang benar; bahkan orang yang berkhianat dan terkutuk mendapat tanda jasa, sedangkan orang yang berbakti dan berjasa masuk penjara. Tapi di alam kubur tidak, perbuatan buruk di dunia ini akan selalu berbuah buruk pula dan perbuatan baik akan berbuah kebaikan. Itulah keadilan Tuhan.

Bila di dunia ini yang dipandang mulia dan terhormat adalah orang yang kaya, orang yang berilmu, orang yang berkuasa dan sebagainya, maka di alam kubur itu yang dipandang terhormat dan mulia adalah hanya orang yang sholeh, orang yang bertaqwa kepada Allah Swt.

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah

Mengingat bahwa mati adalah hal yang pasti dan milik semua orang, dan kehidupan tidak berhenti di bumi atau dunia ini saja, maka marilah kita menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan di akhirat kelak. Karena alam akhirat nanti bukan lagi tempat dan waktu untuk menyiapkan perbekalan, bukan lagi tempat menghimpun amal kebaikan; tetapi hanyalah untuk menerima hasil kerja dari perbuatan yang dilakukan sebelumnya di dunia ini.

Rasulullah saw. beliau bersabda :

اَلدُّنْيَا دَارُالْعَمَلِ وَالأخِرَةُ دَارُالْجَزَاءِ) الحاديث(

“Dunia adalah tempat yang efektif untuk melaksanakan amal sholeh, sedangkan akhirat tempat kita  memetik hasilnya”.

Saat manusia bertemu dengan kebenaran mutlak. Mereka yang benar akan mengalami kesenangan abadi, dan mereka yang tidak benar akan mengalami derita abadi.

Dengan meyakini adanya kelanjutan dari kehidupan yang sekarang ini, maka tentu kita senantiasa berupaya, melangkah berhati-hati, penuh kesadaran akan segala akibat perbuatan kita, supaya kita mampu mempertanggung-jawabkan segalanya, pada saat kita berhadapan dengan kebenaran mutlak yang menetapkan nilai hidup kita.

Inilah inti dari kesadaran  t a q w a  yang diajarkan Islam kepada manusia, bahwa dunia adalah tempat beramal, bekerja dan berjuang, untuk mengumpulkan nilai, menabung amal dan mendepositokan kebaikan (hasanah) dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi kelanjutan hidup kita yang sekarang di dunia ini, untuk hidup kekal abadi di akhirat melalui pintu gerbang Husnul Khatimah.

بَارَكَ اللّهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِىْ وَاِيَاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الايَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.  وَتَقَبَّلَ مِنِّىْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُالرَّحِيْمُ.

Tinggalkan komentar