Tiket Masuk Surga

SEDEKAH DAN TIKET SURGA

 

 

اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى مَنَّ عَلَيْنَا بِفَضْلِهِ الْعَمِيْمِ. إِذْ مَنَّ عَلَيْنَا بِمُحَمَّدٍ اَفْضَلُ الْخَلْقِ فَهَدَانَا اِلى دِيْنِ الْحَقِّ وَالصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْكَرِيْمُ الْحَلِيْمُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًاعَبْدُه وَرَسُوْلُه وَحَبِيْبُه وَخَلِيْلُهُ الَّذِىخُصَّ بِالْخُلُقِ الْعَظِيْمِ. صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَعَلى آلِه وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ فَازُوْامِنْهُ بِالْحَظِّ الْجَسِيْمِ. (امّابعد)

اَيُّهَاالْحَاضِرُوْنَ اْلكِرَامُ. رَحِمَكُمُ اللّهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى، حَيْثُ قَالَ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ،: مثل الّذين ينفقونَ اموالهمْ فِى سبيل اللهِ كمثل حبّةٍ انبتتْ سبعَ سنابلَ فِى كلّ سنبلةٍ مائة حبّةٍ والله يضعف لمن يّشاءُ والله واسعٌ عليمٌ . وقال رسوله الأكرم وحبيبه الأعظم  صلى.م.: ألسخي قريب من الله قريب من الناس قريب من الجنة بعيد من النار، والبخيل بعيد من الله بعيد من الناس بعيد من الجنة قريب من النار، والجاهل سخي احب إلى الله تعال من عابد جاهل (رواه الترمذى).

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah yang dimulyakan Allah

Pada kesempatan yang baik ini, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang telah memberikan taufiq serta hidayahNya, sehingga kita masih dalam keadaan Iman dan Islam…

Selanjutnya, dari atas mimbar Jum’ah ini, saya wasiatkan kepada diri saya sendiri berikut jama’ah sekalian, marilah dari sisa-sisa waktu yang Allah berikan ini, kita gunakan untuk selalu meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah, yaitu dengan senantiasa memperhatikan syariat Allah, kemudian kita aplikasikan dalam setiap derap langkah hidup kita hingga akhir hayat. Baik berhubungan dengan hal-hal yang wajib, sunnah, haram, makruh, maupun yang mubah. Karena, dengan ukuran inilah prestasi seorang manusia dinilai di hadapan Allah.

Kaum muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah.

Kita tahu dan menyadari bahwa hidup di dunia ini hanya sementara. Bila waktunya telah tiba semua yang kita miliki pun kita tinggalkan, kecuali amal sholeh yang setia mendampingi kita.

Secanggih apa pun teknologi, sehebat apa pun manusia, seluruh insan tanpa terkecuali akan menjalani sunatullah ini, yaitu menuju kehidupan yang abadi di akherat kelak.

Di akherat hanya ada dua pilihan, tinggal di surga atau di neraka. Dan pada dasarnya tak seorang pun bermimpi ingin tinggal di neraka. Oleh karena itu, kita kaum muslimin berlomba-lomba untuk meraih tiket masuk surga dengan melakukan berbagai amalan ibadah sesuai dengan tuntunan agama.

Bagi orang yang beriman dan beramal shaleh, mereka akan memperoleh tiket masuk surga, sepadan dengan amal ibadahnya. Mereka dengan ceria akan berbaris di depan pintu surga seraya mengagungkan asma Allah atas kebesaran dan keadilan-Nya. Namun begitu sesampai di depan pintu surga, mereka saling mempertanyakan dan memper-bincangkan, siapa sebenarnya yang berhak paling awal atau pertama kali masuk surga.

 

Kaum muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah.

Rasulullah SAW menggambarkan hal ini, bahwa kelak akan ada empat golongan manusia yang berhak masuk surga tanpa diperiksa (dihisab). Keempat manusia itu adalah pahlawan yang mati syahid, orang kaya yang dermawan, haji mabrur, dan orang alim yang shaleh. Lalu siapa di antara mereka yang telah siap di depan pintu surga itu yang berhak pertama kali berhak masuk? Oleh karena malaikat Ridwan (malaikat penjaga surga) tidak dapat memutuskan, maka turunlah malaikat Jibril ditugaskan oleh Allah menjadi hakim.

Salah seorang dari mereka dipanggil dan ditanya : “Dengan sebab apa engkau beruntung akam masuk surga tampa diperiksa? Orang itu menjawab, “Saya seorang pahlawan yang mati syahid di medan perang karena membela agama”. Jibril bertanya : “Dari mana engkau tahu bahwa pahlawan yang mati syahid bakal masuk surga tanpa dihisab? Pahlawan itupun menjawab, “Dari orang alim”. “Kalau begitu jagalah akhlak yang baik. Biarkan orang alim masuk terlebih dahulu”, kata Jibril. Pahlawan itu pun menunduk menyadari ketidak pantasannya.

Lalu malaikat Jibril memanggil Haji Mabrur, yang ikhlas dan tidak cacat dalam melaksanakan ibadahnya. Ia ditanya oleh Jibril “Siapa engkau? Dan apa amal baikmu di dunia hingga ingin masuk surga lebih dahulu?

Haji mabrur itu pun menjawabnya, “Saya seorang haji yang mabrur. Sesuai janji Rasulullah, tidak ada balasan yang setimpal bagi saya kecuali surga”.                   

والحج المبرور ليس له جزاء الاالجنة

“Betul, begitulah janji Rasulullah sesuai dengan wahyu Allah. Tapi dari mana engkau tahu bahwa Rasulullah SAW pernah berjanji demikian? Dari guru saya orang alim”, sahut haji mabrur.

“Dari orang alim katamu? Mengapa engkau tidak menjaga adab, dengan membiarkan orang alim untuk masuk surga terlebih dahulu?

Haji mabrur pun menginsafi kesalahannya. Sesudah itu maju pula orang kaya lagi dermawan yang sebagian hartanya disedekahkan di jalan kebaikan.

“Engkau ingin masuk surga pertama kali?” tanya Jibril. “Benar, saya mau masuk surga yang pertama kali, karena itu merupakan hak saya”.

“Apa yang engkau lakukan di dunia ketika engkau masih hidup hingga punya pendapat seperti itu? tanya Jibril lagi.

“Saya adalah seorang hartawan. Kekayaan itu saya peroleh melalui jalan halal. Saya peroleh dengan kerja keras dan berhemat. Tetapi setelah terkumpul banyak, harta itu saya belanjakan untuk menolong masyarakat untuk menunjang kebaikan dan berjuang di jalan Allah”. “Dari siapa engkau mendapat keterangan, bahwa semua yang kau lakukan itu akan diganjar dengan masuk surga tanpa diperiksa? tanya  Jibril.

“Dari orang alim, guru saya”, jawab si hartawan. “Dari orang alim?, “Betul”. Jadi mengapa tidak kamu biarkan orang alim yang sudah mengajarimu dengan  kebaikan dan kebenaran untuk masuk surga terlebih dahulu sebagai tanda terima kasihmu kepadanya? “Maaf, saya khilaf.  Sekarang saya sadar, saya rela masuk surga paling belakang. Biarlah orang alim itu yang pertama kali masuk surga”. “Nah, begitulah sepatutnya, ujar Jibril.

 

 

 

Kaum muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah.

Maka orang kaya itu pun segera mundur dan orang alim segera dipersilahkan masuk surga terlebih dahulu. Namun dasar orang alim yang shaleh, ia tetap setia kepada ilmu yang ditekuninya, yaitu harus mengalah dan berendah hati. Dengan segala keikhlasan orang alim itu berkata, “Maaf Tuan-tuan, dan maaf para malaikat yang bijaksana. Sebagai orang alim saya tidak dapat belajar dan mengajar dengan tenang jika  tidak ada pahlawan yang rela mati syahid. Saya tidak akan memperoleh pahala yang terus menerus jika murid saya yang haji itu tidak mengamalkan ilmu saya secara benar. Dan saya, orang alim, dan dia pahlawan, serta dia, haji mabrur, tidak akan dapat memperoleh keleluasaan beribadah serta mengajarkan ilmu saya apabila tidak ada kedermawanan orang kaya yang mau membiayai tentara berangkat perang, yang mau menyediakan kemudahan bagi perjalanan haji, yang mau membangun madrasah, tempat-tempat pengajian agama, penyantunan anak-anak yatim, serta macam-macam kebaikan lainnya. Semua itu mustahil akan terwujud jika tidak ada orang kaya yang dermawan. Karena itu biarlah orang kaya ini yang masuk surga pertama kali, disusul oleh pahlawan, kemudian haji mabrur, dan ijinkanlah saya masuk surga untuk yang penghabisan”.

Akhirnya, diputuskan oleh Malaikat Jibril sebagaimana yang diusulkan oleh orang alim, yakni hartawan yang dermawan itulah yang paling awal atau paling depan masuk surga.

Kaum muslimin, jama’ah Jum’ah  yang dimulyakan Allah

Benang merah yang dapat kita tarik dari sepenggal kisah ini adalah Allah Swt memberikan penghargaan yang tinggi kepada hambanya yang suka bersadaqah, sebagaimana firmannya dalam Q.S. Al Baqarah 261:

 

مثل الّذين ينفقونَ اموالهمْ فِى سبيل اللهِ كمثل حبّةٍ انبتتْ سبعَ سنابلَ فِى كلّ سنبلةٍ مائة حبّةٍ والله يضعف لمن يّشاءُ والله واسعٌ عليمٌ

 

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

 

Rasulullah memperingatkan kepada kita dengan sabda beliau:

ألسخي قريب من الله قريب من الناس قريب من الجنة بعيد من النار، والبخيل بعيد من الله بعيد من الناس بعيد من الجنة قريب من النار، والجاهل سخي احب إلى الله تعال من عابد جاهل (رواه الترمذى)

 “Orang dermawan itu, dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, jauh dari neraka. Orang bakhil (pelit) itu, jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, dekat dengan neraka. Dan sungguh orang yang bodoh tapi dermawan, lebih dicintai Allah dari pada orang yang rajin beribadah tapi bakhil (pelit)”. (H.R. Tirmidzi )

 

Dengan memberikan sadaqah dari sebagian harta yang kita miliki kepada yang membutuhkan, kita telah meminjamkan kepada Allah untuk diperoleh kembali pada hari di mana kita menjadi fakir di hari kiamat. Pada hari itu memperoleh naungan yang rindang sebagaimana kita mengeluarkan sadaqah di dunia ini.

Sabda Rasulullah Saw.:

 

كلّ امْرئٍ فِىظلّ صدقتهِ يوم القيمةِ حتى يقضى بين الناس

 

“Setip orang berada di bawah naungan sadaqahnya pada hari kiamat, sampai ia diadili oleh Allah di hadapan manusia”.

 

Demikian sekelumit yang dapat kami sampaikan, semoga dapat menjadikan bahan renungan dan membawa manfaat bagi kita sekalian. Amin

Kurang lebihnya kami mohon maaf.

بَارَكَ اللّهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِىْ وَاِيَاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الايَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.  وَتَقَبَّلَ مِنِّىْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُالرَّحِيْمُ.

Tinggalkan komentar